SIDANG TILANG

Dua minggu lalu saya kena tilang di wilayah Jakarta Barat dekat dengan lampu merah Gajah Mada. Jadi saya kena denda tilang, dikasih surat, suruh sidang di pengadilan Jakarta Barat. Kesalahan saya gara-gara belok kiri langsung. Zaman dulu belok kiri langsung itu boleh sekarang sudah nggak boleh kecuali ada tanda yang menunjukan belok kiri boleh langsung, maka boleh belok kiri.

Tibalah saatnya tadi pagi Jumat tanggal 10 Maret 2017, sekitar jam 08.00 wib, pas dengan hari yang sudah tertera di surat tilang. Saya harus menjalani sidang. Maka saya bergegas siap-siap menuju pengadilan guna menjalani sidang, takut ketinggalan dan mungkin bisa kena denda lagi kalau tidak hadir.

Ngomong-ngomong soal sidang, bayangan yang ada dipikiran saya adalah seperti sidangnya Ahok, ada pengacara, jaksa, hakim, dan lain sebagainya, seperti sidang yang di televisi-televisi itu. Saya bingung gimana ini...? Jangankan sewa pengacara, untuk makan saja kadang mikir, terlebih untuk sewa pengacara guna pembelaan saya nanti saat sidang. Mau bayar pakai daun!? Tapi ya, sudahlah tidak sewa pengacara lagi, percuma buang-buang duit saja. Lagian wong cilik macam saya membelapun nggak mungkin bakal didenger mereka.

Sesampainya di pengadilan ternyata, eh, ternyata, sudah banyak orang (yang kena kasus seperti saya) yang ngumpul untuk sidang. Dan sayapun tanya kesana kemari dengan orang yang ada di situ, karena saya bingung baru awal kena tilang. Ternyata eh, ternyata, sidang untuk tilang itu tidak seperti sidang pada umumnya, hanya serahkan surat tilang, kasih nomor dan tunggu antri dipanggil. Habis pemanggilan nomor disebutkan jumlah dendanya, bayar, terus selesai deh pulang.

Saya baca juga di spanduk yang ada disitu bertuliskan (semacam semboyan) "LIHAT —  BAYAR —  AMBIL", lihat dendanya berapa, bayar duitnya sesuai denda ke petugasnya, ambil barang yang disita. Hmm ternyata...?